PENYEBAB
PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 DI BENTUK
PENYEBAB PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 DI BENTUK
Tata
pemerintahan yang baik dan bersih adalah seluruh aspek yang terkait dengan
kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam
menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan
prinsip Good Governance and Clean Government, maka Pemerintah harus
melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara
efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak
berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial
antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional,
dan akuntabel. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan
yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan
keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi
yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai
APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta
dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun
manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan
mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan
komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Pengaturan mengenai tata
cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini diharapkan
dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan
percepatan pelaksanaan APBN/ APBD. Langkah-langkah kebijakan yang akan
ditempuh Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini, meliputi:
a.
peningkatan penggunaan produksi
Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan
basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan
daya saing nasional;
b.
kemandirian industri pertahanan,
industri alat utama sistem senjata (Alutsista) dan industri alat material
khusus (Almatsus) dalam negeri;
c.
peningkatan peran serta Usaha Mikro,
Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam Pengadaan
Barang/Jasa;
d.
Perhatian terhadap aspek pemanfaatan
sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup secara arif untuk
menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan;
e.
Peningkatan penggunaan teknologi
informasi dan transaksi elektronik;
f.
Penyederhanaan ketentuan dan tata
cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan
Barang/Jasa;
g.
Peningkatan profesionalisme,
kemandirian, dan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam perencanaan dan
proses Pengadaan Barang/Jasa;
h.
Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;
i.
Penumbuhkembangan peran usaha
nasional;
j.
Penumbuhkembangan industri
kreatif inovatif, budaya dan hasil penelitian laboratorium atau
institusi pendidikan dalam negeri;
k.
Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri;
l.
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; dan
m.
Pengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di
masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah/Institusi
lainnya kepada masyarakat luas.
Baru saja
Presiden dan DPR-RI menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
16 Tahun 2018, sebagai pengganti Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Perpres PBJ telah ditandatangani
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Maret 2018 dan telah diundangkan pada
tanggal 22 Maret 2018 oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik
Indonesia Yasonna H. Laoly. (Perpres No 16 tahun 2018 dan klik di sini) dan akan
berlaku efektif bulan Juli 2018.
Pemerintah
dalam revisi PBJ ini memberi prioritas kepada penyedia barang dan jasa
yang memiliki produk lokal dan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam
proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalam Perpres No 16 tahun 2018 ini
terdapat 227 perubahan atas Perpres sebelumnya.
Harapannya
Perpres PBJ terbaru ini akan mengantarkan PBJ yang lebih baik dan signifikan
dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga korupsi dapat dihentikan atau setidaknya
diminimalisasi. Reformasi PBJ untuk memperbaiki kualitas layanan publik,
mengembangkan perekonomian lokal, dan meningkatkan persaingan usaha yang sehat
dan berkeadilan yang harus terus menerus diperkuat dan ditingkatkan.
Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Badang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo mengatakan, revisi beleid
(kebijakan) ini dilakukan untuk memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa
pemerintah yang belum sesuai dengan harapan. Reformasi pengadaan terus
diupayakan oleh pemerintah untuk mengurangi terjadinya kesalahan maupun praktik
kecurangan dalam pelaksanaan PBJ. Pasalnya, dewasa ini kasus inefisiensi,
moral hazard, bahkan perilaku koruptif masih terjadi dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang begitu massif dan berjamaah.
PBJ Paling
Rawan Korupsi
Perpres PBJ
menjadi titik paling rawan korupsi di Indonesia, sekitar 80% korupsi PBJ
oleh oknum penguasa dan pengusaha termasuk oknum legislatif (sebut
misalnya Proyek Pengadaan Al-Quran, E-KTP, Pesawat Terbang, Buku dll) sampai
kepada proyek-proyek kecil PBJP kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Pada
tahun 2017 misalnya, ada sekitar 241 kasus korupsi terkait dengan PBJ, jumlah
ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya 195 kasus.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kasus-kasus korupsi PBJ, ada 11 modus. Di antaranya yakni penyalahgunaan anggaran sebanyak 67 kasus, mark up 60 kasus, kegiatan proyek fiktif 33 kasus dan penyalahgunaan wewenang 26 kasus. Baca juga: Tren Modus Korupsi 2017 versi ICW Total kerugian negara akibat korupsi pengadaan barang dan jasa pada 2017 mencapai Rp 1,5 triliun. Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa menjerat kepala daerah, legislator, para SKPD hingga korporasi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat kasus-kasus korupsi PBJ, ada 11 modus. Di antaranya yakni penyalahgunaan anggaran sebanyak 67 kasus, mark up 60 kasus, kegiatan proyek fiktif 33 kasus dan penyalahgunaan wewenang 26 kasus. Baca juga: Tren Modus Korupsi 2017 versi ICW Total kerugian negara akibat korupsi pengadaan barang dan jasa pada 2017 mencapai Rp 1,5 triliun. Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa menjerat kepala daerah, legislator, para SKPD hingga korporasi.
Sosialisasi
massif Perpres PBJ sangat penting
Sehubungan
dengan berubahnya beberapa kali aturan atau regulasi PBJ ini, maka pemerintah
melalui LKPP termasuk pers atau media cetak, elektronik, dan online, perlu
melakukan sosialisasi massif atas Perpres PBJ yang baru ini, agar pelaku PBJ
dan masyarakat memahami secara komprehensif, guna tidak terjadi kesalahpahaman
atau kelalaian dalam penerapannya.
Selain
sosialisasi kepada pelaku dan/atau pelaksana proyek PBJ (penguasa dan
pengusaha), juga paling penting adalah sosialisasi kepada para penegak hukum
itu sendiri. Agar lebih memahami petunjuk-petunjuk dan modus korupsi dalam PBJ
atau yang berpotensi terjadinya unsur-unsur korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Lebih
penting lagi sebenarnya adalah K/L/SKPD atau gubernur, bupati dan wali kota
perlu melakukan kerja sama dengan pihak penegak hukum dalam proses tender dan pelaksanaan proyek
sampai selesai, termasuk monitoring dan evaluasi harus kuat termasuk dari LSM,
pers, dan masyarakat lainnya. Masyarakat harus cerdas dan kritis menyikapi
proyek-proyek PBJ ini.
Bila perlu
LKPP atau bisa melalui pemerintah daerah, memberi atau membuka ruang kepada
masyarakat untuk ikut serta dalam sosialisasi. Ini sangat penting, agar
masyarakat bisa melakukan monitoring dan pemantauan dengan benar. Hanya dengan
cara ini, perbuatan korupsi oleh penguasa dan pengusaha bisa diantisipasi.
Apalagi
dalam Perpres PBJ yang baru ini banyak perubahan penting yang ada di dalamnya.
Memang regulasi PBJ yang baru lebih sederhana dibanding regulasi PBJ
sebelumnya, maka lebih mudah dipahami. Dalam perpres ini juga diatur tentang
swakelola tipe baru, penyelesaian sengketa, kontrak yang lebih mudah, perubahan
Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta perubahan batas pengadaan langsung untuk
jasa dan lainnya.
Juga
memperkenalkan istilah baru dengan mengubah istilah lama sebagai penyesuaian
dengan perkembangan dunia pengadaan. Istilah baru tersebut di antaranya adalah
"lelang" menjadi "tender", ULP menjadi UKPBJ, Pokja ULP
menjadi Pokja Pemilihan, dan K/L/D/I menjadi K/L/SKPD. Setidaknya terdapat
sepuluh perubahan penting dalam Perpres PBJ yang baru, dibandingkan Perpres
No.54 Tahun 2010 beserta perubahannya.
Kapan
Perpres PBJ berlaku?
Pemberlakuannya
efektif bulan Juli 2018, namun dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
1. Untuk
pekerjaan yang persiapannya dilaksanakan sebelum 1 Juli 2018, tetap berpedoman
kepada Perpres 54/2010 dan perubahannya.
Ini berarti semua pengadaan yang dilaksanakan pada tahun ini (2018) masih tetap menggunakan aturan yang lama.
Ini berarti semua pengadaan yang dilaksanakan pada tahun ini (2018) masih tetap menggunakan aturan yang lama.
2. Untuk
pekerjaan yang persiapannya dilaksanakan sejak 1 Juli 2018, maka sudah mengacu
kepada Perpres ini. Berarti, semua pengadaan tahun 2019 sudah wajib menggunakan
Perpres 16 Tahun 2018.
3. Kontrak
yang telah ditandatangani tetap berlaku dan berpedoman kepada Perpres 54 Tahun
2010 dan perubahannya hingga berakhirnya kontrak. Termasuk apabila ada
pekerjaan multiyears yang baru ditandatangani pada tahun 2018 dan
berakhir pada tahun 2020, maka tahun 2019 tidak perlu melakukan perubahan
kontrak untuk mengikuti Perpres ini.
4. Namun
pekerjaan yang akan dilaksanakan secara swakelola, pekerjaan yang dilaksanakan
melalui agen pengadaan, perencanaan pengadaan untuk Tahun 2019, dan pengadaan
khusus (keadaan darurat, pengadaan di luar negeri, pengadaan di BLU, pengadaan
berdasarkan tarif yang sudah dipublikasikan, pengadaan berdasarkan praktik
bisnis yang sudah mapan, pengadaan yang sudah diatur oleh peraturan
perundang-undangan, penelitian, tender/seleksi internasional, dan yang
menggunakan anggaran pinjaman/hibah luar negeri), maka sudah dapat menggunakan
Perpres ini sejak diundangkan.
Baca
Penjelasan Kapan Perpres 16/2018 tentang PBJ diberlakukan? Klik di sini. Atau baca
Aturan Turunan dari Perpres 16 Tahun 2018 klik di sini.
Perjalanan
Panjang Perubahan Keppres dan Perpres PBJ (Regulasi Lengkap PBJ)
1. Keputusan Presiden (Keppres) Republik
Indonesia. Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Megawati Soekarnoputri).
2. Keputusan Presiden (Keppres) Republik
Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Presiden Megawati Soekarnoputri).
3. Peraturan Presiden (Perpres) No . 54
Tahun 2010 Pengganti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono).
4.Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono).
5. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70
Tahun 2012 Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono).
6. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
7. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 6 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis Nomor 70 Tahun 2012
(dicabut dan diganti dengan Perka LKPP Nomor 14 tahun 2012).
8. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres No. 70 Tahun
2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
9. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan.
10. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 15 Tahun 2012 tentang Standar Dokumen Pengadaan; SDB
Penunjukan Langsung, SDB Pengadaan Langsung, SDB Jasa Lainnya, SDB Jasa Konsultan
ICB, SDB Jasa Konsultan Perorangan. SDB Jasa Konsultan Badan Usaha, SDB
Pekerjaan Konstruksi, SDB Pengadaan Barang.
11. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2012 tentang E-Tendering
12. Peraturan
Kepala LKPP No 11 tahun 2014 tentang Whistleblowing System Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
13. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah .
14. Peraturan
Kepala LKPP Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Pembayaran Prestasi Pekerjaan Pada
Pekerjaan Konstruksi
15. Peraturan Presiden (Perpres) No.
84 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Rangka
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono).
16. Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 172 Tahun 2014 Tentang. Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan. Barang/Jasa
Pemerintah (Presiden Joko Widodo).
17. Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 4 Tahun 2015 Tentang. Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun. 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Presiden Joko Widodo)
18. Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 16 Tahun 2018 sebagai pengganti Perpres No.
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Joko
Widodo
Oleh sebab
itu dalam bidang persampahan di Indonesia, kami mengharapkan K/L/SKPD
dan/atau gubernur, bupati/wali kota sebagai pemilik pekerjaan atau
pelaksana PBJ di bidang persampahan, baik fisik maupun nonfisik. Untuk
memperhatikan dengan benar Perpres PBJ yang baru ini, khususnya penggunaaan
atau pengadaan prasarana dan sarana persampahan, agar memberi prioritas pada
karya anak bangsa (produksi lokal Indonesia), sebagaimana amanat regulasi PBJ
ini untuk mendahulukan teknologi atau hasil produk lokal dan bukan mendahulukan
produk asing, pula mengutamakan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam
proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dari pada pengusaha besar atau
konglomerasi terlebih perusahaan asing.
Terpenting
pula harus memperhatikan dan taat pada azas manfaat dari prasarana dan sarana
persampahan yang diadakan tersebut, jangan asal mengadakan saja, ahirnya barang
tersebut jadi mubadzir. Belajarlah dari kesalahan di masa lalu.
Paling urgent adalah
pengelola tender PBJ harus ahli dan lolos kompetensi dalam PBJ dengan benar,
bukan karena faktor kedekatan person dengan penguasa. Jangan pula ada
pengelola tender tidak memahami pekerjaannya sendiri, ini juga banyak terjerat
korupsi karena tidak paham masalah PBJ. Para oknum pejabat pusat dan daerah,
jangan lagi mempermainkan jabatan dan kekuasaan atau kewenangan yang bisa
merugikan rakyat dan menghambat jalannya pembangunan nasional.
Ingat bahwa
Undang-undang Tipikor bisa menghadang atau menjerat bila dalam pelaksanaan PBJ
ini tidak taat pada faktor azas manfaat dan terjadi penyalahgunaan wewenang.
Karena unsur korupsi bukan saja terjadi atas terjadinya kerugian uang negara.
Ini harus dipahami dengan benar oleh pelaksana atau pejabat PBJ yang
bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar